PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Seminar Bahasa
Penyaji:
Sri Subekti
07410416
(Delegasi dari kelas 7I)
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia sering dijadikan contoh keberhasilan didalam perencanaan bahasa, khususnya dalam kedudukannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan bahasa Indonesia dalam sosial, sejarah,dan politik sangat penting.
Persoalan globalisasi dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak dan elektronik, wawancara, dialog, atau pun gelar wicara. Globalisasi sebagai wujud kemodernitasan suatu bangsa dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
Saat ini kepedulian masyarakat mengenai karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan bahasa Indonesia untuk mewujudkan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan lembaga pemerintah, terutama di bagian unit Kementerian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Untuk mengembangkan bahasa Indonesia dilakukan melalui beberapa tahap pembinaan yang dapat dilakukan secara rutin di sekolah.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi bangsa Indonesia juga bahasa pemersatu bangsa Indonesia, yang terdiri atas berbagai suku dan etnis dengan latar belakang bahasa berbeda. Di Indonesia kesepakatan bahasa persatuan sebagai bahasa Indonesia telah dibentuk sejak Sumpah Pemuda (secara de Facto), yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang sah sebagai bahasa pemersatu. Ketika kita menggunakan bahasa Indonesia sudah ada kesepakatan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang terealisasi hingga detik ini. Dengan harapan setiap warga Indonesia kedepannya dapat berkomunikasi satu sama lain tanpa mengalami kesulitan dengan seluruh manusia yang berada di wilayah Indonesia. Sudah semestinya setiap kali kita menggunakan bahasa Indonesia kita akan teringatkan oleh satu identitas atau peran dari diri kita. Setiap kali kita berbahasa Indonesia kita telah mewujudkan salah satu impian Tunggal Ika (Persatuan) dalam ke-Bhinekaan (Kemajemukan). Bhineka adalah sebuah kenyataan sedangkan Tunggal Ika adalah suatu harapan yang terus-menerus sedang diusahakan realisasinya dalam bidang apapun dan persepsi manapun, kelak harus dikonsensuskan.
Tidak dapat dipungkiri bahwasanya banyak sekali bahasa yang ada, akan tetapi sebagai warga negara Indonesia apabila kita menggunakan bahasa Indonesia dengan penuh rasa kesadaran diharapkan bahasa Indonesia akan berkembang menjadi bahasa Internasional. Berawal dari kehidupan sehari-hari mulai dari interaksi interpersonal, maupun yang meluas pada kehidupan berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang peranan penting. Peran tersebut meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu hingga suatu masyarakat luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat inilah fungsi bahasa secara umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, memberikan perannya.
Fenomena yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini antara lain:
a. Banyak orang memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa asing walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing ( inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai dari pada orang lain karena teleh menguasai bahasa asing.
Hal-hal demikian sepantasnya kita hindari agar bahasa Indonesia sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, yaitu sebagai bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa negara dan bahasa resmi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka makalah ini akan dibahas pengaruh globalisasi terhadap pengembangan bahasa Indonesia sebagai upaya membentuk karakter bangsa.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap pengembangan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana pengembangan bahasa Indonesia dalam membentuk karakter bangsa?
C. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengaruh globalisasi terhadap pengembangan bahasa Indonesia.
2. Mendeskripsikan pengembangan bahasa Indonesia dalam membentuk karakter bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
1. Bidang komunikasi
Media massa merupakan salah satu sarana yang penting untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam rangka pembangunan bangsa karena media massa memiliki pengaruh yang luas dalam masyarakat. Media massa telah memberikan sumbangan yang berharga untuk pertumbuhan bahasa Indonesia, baik secara tertulis maupun lisan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa Indonesia terkait dengan bidang komunikasi adalah adanya penataran bahasa Indonesia, penyediaan “pojok bahasa” dalam surat kabar dan majalah yang memuat petunjuk praktis penggunaan bahasa Indonesia, mengadakan pembinaan dan pengembangan bahasa bersama dewan pers dan lembaga lain, agar segera menyusun pedoman pembakuan bahasa Indonesia yang didasarkan atas penelitian antara lain untuk penyiar televisi dan radio.
Hal-hal yang perlu dicermati pada era globalisasi saat ini adalah adanya pengaruh bahasa asing dalam perkembangan bahasa Indonesia. Pada dasarnya banyak kosa kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia akan tetapi berasal dari bahasa asing. Contoh dari bahasa Inggris yaitu kiper, kornel, tim, gol, final, tes, organisasi, legal, proklamasi, administrasi, stop, dll. Semua itu memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia.
2. Bidang kesenian
Bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam karya sastra, cerita anak-anak, lagu, teater, dan film menunjukkan adanya banyak ketimpangan. Dalam hal penerbitan cerita anak-anak, pengarang perlu memberi keleluasaan kepada penerbit. Perhatian penerbit terhadap usia dan lingkungan anak-anak memegang peranan penting dalam hal penerbitan cerita anak-anak, karena bacaan anak-anak memengaruhi peningkatan imajinasi dan kecerdasan anak. Dengan demikian, kecermatan pemakaian bahasa merupakan faktor yang sangat penting.
Bahasa Indonesia semakin banyak juga dipergunakan untuk menerjemahkan karya sastra tradisional dan karya sastra asing. Usaha untuk menyebarluaskan jangkauan tersebut, yaitu dengan cara mengindonesiakan cakapannya. Pengindonesiaan (penerjamahan) perlu memperhatikan keseimbangan dalam struktur dan kosa kata. Oleh karena itu, pengindonesiaan harus dilakukan secara teliti dengan melibatkan lembaga kebahasaan, lembaga pendidikan, serta pengembangan kesenian dan seniman. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa Indonesia lewat jalur kesenian adalah sebagai berikut:
a. Melakukan perekaman pementasan drama tradisional atau pun luar negeri untuk kemudian diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia.
b. Meningkatkan kecermatan pemakaian bahasa dengan lembaga-lembaga pendidikan dan psikologi yang ada.
c. Penerbitan karya-karya asli daerah dan asing
d. Menerjemahkan dan menerbitkan karya asli daerah dan asing ke dalam bahasa Indonesia
Dengan melakukan hal tersebut akan diperolehlah banyak kosa kata dan hal tersebut akan memperkaya kosa kata bahasa Indonesia. Semua itu tentunya dilakukan sesuai kaidah alih transkripsi bahasa Indonesia.
3. Bidang Ilmu dan Teknologi
Bahasa dan alam pemikiran manusia terdapat jalinan yang erat, keberhasilan dari pemodernan itu sangat bergantung kepada corak alam pemikiran manusia Indonesia yang merupakan hasil sintesis antara nilai-nilai yang berakar pada kebudayaan etnis yang tradisional dan nilai-nilai kebudayaan yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern merupakan faktor penting dalam modernisasi, serta pengenalan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu di masyarakatkan secara luas. Pemasyarakatan ini hanya dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien apabila bahasa berfungsi sebagai konsep-konsep ilmu pengetahuan dan teknologi itu.
Melalui jalur teknologi untuk mengembangkan kosa kata bahasa Indonesia diantaranya dengan melakukan kerja sama bidang teknologi.Dalam hubungan dengan penggunaan kata / istilah bidang komputer, pusat bahasa bekerja sama dengan Microsoft. Bersama Microsoft, pusat bahasa telah mengalihkan istilah bahas Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kerjasama itu kini masih berlanjut untuk mengindonesiakan produk-produk lainnya.
B. PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu tercermin antara lain dari sikap lebih mengutamakan penggunaan bahasa asing (BA) dari pada penggunaan BI misalnya, dalam penamaan kompleks perumahan dan sikap mementingkan kegiatan tertentu, misalnya demi kegiatan pengembangan pariwisata dan bisnis. Kenyataan itu berdasarkan penutur BI asli, bersumber dari sikap kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku berbahasa. Pandangan bahwa manusia sebagai substansi, dan sebagai makhluk yang beridentitas yang kemudian dikaitkan dengan pembinaan dan pengembangan BI sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran kebangsaan sebaiknya dipertimbangkan untuk diberikan dalam lembaga pendidikan kita.
Setiap warga negara Indonesia pada dasarnya adalah Pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia adalah menumbuhkan dan membinakan sikap positif terhadap bangsa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan:
1. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia.
2. Sikap kebanggan berbahasa Indonesia.
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia dari pada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu belebihan. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh positif dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan rasa percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia memberikan perubahan signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa. Disamping itu, disiplin berbahasa nasional sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antar bangsa dan era globalisasi ini. Seseorang yang berdisiplin berbahasa nasional menunjukan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan NKRI.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antar bangsa yang sangat rumit. Untuk itu bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa Indonesia, memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, tata bahasa mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah- tengah pergaulan antar bangsa pada era globalisasi ini.
Bangsa Indonesia sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus tampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya dari pada bahasa Indonesia, bahkan mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.
Karakter bangsa dapat terbentuk secara alamiah apabila dalam diri seseorang sudah tertanam rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia. Ketika rasa cinta itu sudah ada dalam diri seseorang, maka lahirlah beberapa sikap yang menunjukkan karakter suatu bangsa. Menggunakan bahasa Indonesia secara sadar dan berkala, secara tidak langsung dapat menumbuhkan sikap disiplin dalam diri seseorang yang menunjukkan bahwa rasa cinta terhadap bahasa dan bangsa Indonesia telah ada dan tertanam dalam dirinya. Tidak hanya sikap disiplin yang dapat tertanam, sikap toleransi yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, budaya, dan bahasa juga akan dengan sendirinya melebur dalam jiwa setiap orang yang menghargai dan mencintai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
Pada dasarnya banyak cara yang bisa kita lakukan selaku warga negara Indonesia untuk menunjukkan rasa bangga dan cinta terhadap bahasa nasional kita. Selain dua sikap di atas masih ada sikap lain yang bisa menunjukkan karakter suatu bangsa yaitu sikap mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan bersahabat atau komunikatif. Mandiri dalam arti tidak bergantung pada bahasa yang dimiliki oleh negara lain. Dalam hal ini semangat kebangsaan dapat diartikan sebagai cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Rasa cinta tanah air berarti cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap bersahabat atau komunikatif dapat diartikan sebagai tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1) Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu tercermin antara lain dari sikap lebih mengutamakan penggunaan bahasa asing (BA) dari pada penggunaan BI misalnya, dalam penamaan kompleks perumahan dan sikap mementingkan kegiatan tertentu, misalnya demi kegiatan pengembangan pariwisata dan bisnis. Kenyataan itu berdasarkan penutur BI asli, bersumber dari sikap kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku berbahasa. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia dari pada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku.
2) Walaupun di era globalisasi globalisasi bahasa Indonesia dan bahasa asing telah saling pengaruh-mempengaruhi, tetapi dengan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia, maka akan tumbuh sikap yang menunjukkan karakter bangsa di antaranya adalah sikap disiplin, toleransi, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan sikap bersahabat.
B. SARAN
Bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Indonesia agar memperbaiki penilaian akan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, mengubah paradigma untuk bangga terhadap bahasa Indonesia terutama dalam berkomunikasi agar masyarakat Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia.
Senin, 31 Januari 2011
Sabtu, 08 Januari 2011
tentang bahasa sebagai ala komunikasi
Bahasa merupakan alat komunikasi yang memungkinkan manusia untuk menanggapi , menyusun dan mengungkapkan segala yang ada di sekitarnya. Dengan bahasa dapat mengekspresikan dirinya dan segala sesuatu yang di rasakan, di inginkan untuk di ungkapkan kepada oranmg lain. Sebagai alat komunikasi bahasa merupakan alat saluran untuk merumuskan maksud itu, melahirkan perasaaan kita dan memungkinkan kita bekerja sama dengan orang lain. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan bahasa pula memungkinkan tiap orang mempelajarikebiasaan, adat istiadat, kebudayaan, serta latar belakang antar peserta komunikasi masing-masing (Chaer,1999:42). Bahasa dalam situasi yang bagaimanapun. Salah satu bentuk kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai sarana utama adalah interaksi antara penumpang dengan sopir angkot.
Penggunaan bahasa dalam proses komunikasi dan berinteraksi sangat di perlukan oleh setiap manusia, bahkan bahasa selalu di gunakan oleh manusia dalam segala kegiatannya sehingga dapat di katakan interaksi tidak mungkin terjadi tanpa adanya media bahasa karena bahasa sebagai penyampai isi pembicaraan memegang kunci keberhasilan dalam suatu proses komunikasi.
Berkominikasi dengan menggunakan bahasa merupakan tindak komunikatif. Menurut Suyono (1990;32), tindak komunikatif adalah aktifitas berkomunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media utamanya.
Di dalam percakapan terdapat kaidah yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya. Kaidah itu dalam pragmatik di sebut prinsip percakapan. Prinsip percakapan itu mencakup dua hal , yaitu prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
Dengan menggunakan prinsip kesantunan antara peserta tutur maka akan mencapai kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa merupakan bagian dario kaidah-kaidah sosial dan kompetensi strategi berbahasa yang berperan penting dan perlu di perhatikan dalam proses komunikasi. Peserta tutut akan merasa saling di hargai dalam proses komunikasi apabila mereka saling menggunakan kesantuna berbahasa.
Menurut Grice dalam Rustono 1996;61 prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial , estetis dan moral dalam bertindak tutur. Prinsip kesantunan di butuhkan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang di timbulkan akibat penerapan prinsip kerja sama. Prinsip kesantunan juga bertujuan agar para penutur percakapan dapat melakukan percakapan secara santun dan dapat menjagahubungan sosial dengan mitra tuturnya.
Di dalam tuturan para sopir angkutan, kadang memungkinkan banyak terjadi penggunaan bahasa yang kurang santun, dan pada akhirnya prinsip kesantunan tidak lagi di gunakan dalam bertutur kata dari para sopir angkot. Hal ini mungkin saja di pengaruhi oleh faktor lingkungan pergaulan para sopir yang kebanyakan berkumpul dengan orang-orang yang secara tingkatan pendidikan bisa saja masih rendah dan pada akhirnya lingkungan di mana para sopir setiap hari berkumpul, dengan siapa dia berinteraksi membuat prinsip kesantunan dalam bertutur kata menjadi hal yang banyak di langgar.
Banyak fenomena pelangagran dalam bertutur kata para sopir angkot, namun ada pula pematuhan prinsip kesantunan yang dapat kita temukan dalam melakukan percakapan. Untuk itu peneliti mengangkat mengenai pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan yang di lakukan oleh sopir angkot dalam aktivitasnya di jalan sebagai penelitian, mengingat pentingnya kesantunan dalam kehidupan sosial.
1.2 Identifilasi masalah
Prinsip kesantunan yang di kaji dalam penelitian ini adalah tuturan para sopir angkot jurusan penggaron Semarang. Bidal prinsip kesantunan itu antara lain, bidal ketimbangrasaan, bidal kemurah hatian, bidal keperkenaan, bidal kerendah hatian, bidal kesetujuan, dan bidal kesimpatian. Dalam proses percakapan atau interaksi sopir baik dengan calon penumpangnya, penumpang, maupun antar sopir terkadang di temukan tutur kata yang melanggar prinsip kesantunan. Terkadang ada kata-kata sopir yang menggunakan tutur kata yang kurang enak di dengar di telinga.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa sebenarnya para sopir angkot dalam bertutur kata tidak terlepas dari tuturan yang melanggar ketentuan kaidah prinsip kesantunan, tetapi tidak selamanya para sopir melupakan kaidah prinsip kesantunan karna mereka juga terkadang bertutur kata sesuai dengan prinsip kesantunan dalam berinteraksi.
Penggunaan bahasa dalam proses komunikasi dan berinteraksi sangat di perlukan oleh setiap manusia, bahkan bahasa selalu di gunakan oleh manusia dalam segala kegiatannya sehingga dapat di katakan interaksi tidak mungkin terjadi tanpa adanya media bahasa karena bahasa sebagai penyampai isi pembicaraan memegang kunci keberhasilan dalam suatu proses komunikasi.
Berkominikasi dengan menggunakan bahasa merupakan tindak komunikatif. Menurut Suyono (1990;32), tindak komunikatif adalah aktifitas berkomunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media utamanya.
Di dalam percakapan terdapat kaidah yang mengatur mekanisme percakapan antar pesertanya. Kaidah itu dalam pragmatik di sebut prinsip percakapan. Prinsip percakapan itu mencakup dua hal , yaitu prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
Dengan menggunakan prinsip kesantunan antara peserta tutur maka akan mencapai kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa merupakan bagian dario kaidah-kaidah sosial dan kompetensi strategi berbahasa yang berperan penting dan perlu di perhatikan dalam proses komunikasi. Peserta tutut akan merasa saling di hargai dalam proses komunikasi apabila mereka saling menggunakan kesantuna berbahasa.
Menurut Grice dalam Rustono 1996;61 prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial , estetis dan moral dalam bertindak tutur. Prinsip kesantunan di butuhkan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang di timbulkan akibat penerapan prinsip kerja sama. Prinsip kesantunan juga bertujuan agar para penutur percakapan dapat melakukan percakapan secara santun dan dapat menjagahubungan sosial dengan mitra tuturnya.
Di dalam tuturan para sopir angkutan, kadang memungkinkan banyak terjadi penggunaan bahasa yang kurang santun, dan pada akhirnya prinsip kesantunan tidak lagi di gunakan dalam bertutur kata dari para sopir angkot. Hal ini mungkin saja di pengaruhi oleh faktor lingkungan pergaulan para sopir yang kebanyakan berkumpul dengan orang-orang yang secara tingkatan pendidikan bisa saja masih rendah dan pada akhirnya lingkungan di mana para sopir setiap hari berkumpul, dengan siapa dia berinteraksi membuat prinsip kesantunan dalam bertutur kata menjadi hal yang banyak di langgar.
Banyak fenomena pelangagran dalam bertutur kata para sopir angkot, namun ada pula pematuhan prinsip kesantunan yang dapat kita temukan dalam melakukan percakapan. Untuk itu peneliti mengangkat mengenai pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan yang di lakukan oleh sopir angkot dalam aktivitasnya di jalan sebagai penelitian, mengingat pentingnya kesantunan dalam kehidupan sosial.
1.2 Identifilasi masalah
Prinsip kesantunan yang di kaji dalam penelitian ini adalah tuturan para sopir angkot jurusan penggaron Semarang. Bidal prinsip kesantunan itu antara lain, bidal ketimbangrasaan, bidal kemurah hatian, bidal keperkenaan, bidal kerendah hatian, bidal kesetujuan, dan bidal kesimpatian. Dalam proses percakapan atau interaksi sopir baik dengan calon penumpangnya, penumpang, maupun antar sopir terkadang di temukan tutur kata yang melanggar prinsip kesantunan. Terkadang ada kata-kata sopir yang menggunakan tutur kata yang kurang enak di dengar di telinga.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa sebenarnya para sopir angkot dalam bertutur kata tidak terlepas dari tuturan yang melanggar ketentuan kaidah prinsip kesantunan, tetapi tidak selamanya para sopir melupakan kaidah prinsip kesantunan karna mereka juga terkadang bertutur kata sesuai dengan prinsip kesantunan dalam berinteraksi.
persamaan (asosiasi)
a. Makna asosiasi adalah makna yanag memiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna “suci”atau “kesucian “;kata merah berasosiasi dengan makna “bewrani”atau juga “dengan golongan komunis”;kata cenderawasih berasosiasi dengan makna “indah” Kesejajaran sifat atau cirri umum satuan, misalnya antara kata membawa dengan mengangkut, menyerahkan dengan memberikan, tiba dengan datang;
Sebab akibat, misalnya antara kata jatuh dengan bangun, melihat dan mengetahui, belajar dan memahami, usaha dan hasil;Hubungan kpualitas, misalnya air ndengan segar, api dengan panas, serta kesungguhan dengan keberhasilan; Fakta dan gejala, misalnhya antara senyum dengan bahagia, tangisan dengan kesedihan, maupun menguap dan mengantuk;Asosiasi hubungan dalam pertentangan, mkisalnya antara malas dengan rajin, buruk dengan baik, maupun berubah dengan tetap;Asosiasi hubungan kehiponim,
2
misalnya antara tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dengan makhluk.
Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatakan melati digunakan sebagai perlambang ‘kesucian’; merah digunakan sebagai lambing keberanian(dan dalam dunia politik digunakan sebagai lambing komunis);dan srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.
b. Jenis- jenis makna asosiatif
1. Makna stiliska yaitu berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan social dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Karena itulah, dibedakan makna kata rumah,pondok, istana, keratin, kediaman, tempat tinggal dan residensi. Begitu juga dibedakan makna kata dosen, guru, pengajar dan instruktur.
2. Makna afektif yaitu berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap obyek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara tertulis. Perhatikan contoh berikut:
- “Tutup milit kalian!”bertanya kepada kami.
- “Coba, mohon diam sebentar!” katanya kepada anak-anak itu.
3. Makna kolotatif yaitu berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase (ko=sama,bersama;lokasi=tempat). Misalnya, kita dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, dan pemuda itu tampan. Tetapi kita tidak dapat mengatakan gadis itu tampan; bunga itu molek; pemuda itu cantik. Kita lihat walaupun cantik, indah, tampan, dan molek mempunyai makna yanmg sama, tetapi masing-masing terikat dengan kata-kata tertentu dalam suatu frase.
3
c. Dalam kajian semiotic, terdapatnya asosiasi dengan makna kata demikian itu tercakup dalam istilah indices, sebagai fungsi symptomatic sign (Labov & Wainrich, 1980:8). Secara lebih luas karakteristik makna dalam sign atau lambang dalam kajian semiotic dibedakan antara icon, syimbol, indice, sign tipe, sign token, maupun cangkok buar. Asosiasi hubungan makna dalam lambang yang satu dengan makna dalam lambang yang lain itu diistilahkan indice atau indeks.
d. Pengukuran makna asosiatif dan metode penelitiannya
Makna asosiatif mengandung banyak factor yang amat rumit sehingga baru bias dipelajari secara sistematis jika memakai teknik statistic yang memadahi. Oleh sebab itu, Osgood, Suci, dan Tanenbaum mengemukakan “metode analisis parsial” terhadap
makna asosiatif dalam hokum mereka yang berjudul “Measuremen of meaning” pada tahun 1957. Osgood dan rekan-rekannya menggunakan suatu tekhnik yang disebut “semantic differential” untuk menemukan makna menurut suatu wawasan semantic multi dimensional, dengan memakai penilaian penutur sebagai data, dan itu dicatajt dalam bentuk sekala tujuh butir. Sekala itu diberi label dengan mengontraskan beberapa pasangan kata-kata sifat, seperti sedih-senang, keras-lembut, cepat-lambat, dan sebagainya.
Secara statistik, para peneliti menemukan bahwa ada beberapa makna penting tertentu yang terletak pada ketiga dimensi utama, yaitu pada aspek evaluasi (baik-buruk) dan aktifitas (aktif-pasif). Cantoh yang amat singkat dan bersahaja ini sudah jelas kiranya bahwa metode yang diusulkan ini hanya bias memberikan penilaian makna asosiatif secara parsial (sebagian) dan secara kira-kira saja; dan kita katakana sebagian sebab metode ini hanya memberikan seleksi yang terbatas dari sekian banyak sekala kemungkinan yang tidak terbatas, sebab itu merupakan sampling setatistik dank arena sekala tujuh butir merupakan sekala yang terlalu pendek, tanpa adanya deferensiasi.
4
Hal yang penting dipahami disini adlah hingga kini makna asosiatif baru bias dipelajari secara sistematis dengan metode yang kurang sensitive ini, makna asosiatif belum bias dianalisis dengan analisis yang pasti, yang menggunakan pilihan ya atau tidak, serta struktur-struktur elmen yang bias dibagi secara urut. Karena makna asosiatif adalah makna yang kurang stabil, dan bervariasi menurut pengalaman individu.
Sebab akibat, misalnya antara kata jatuh dengan bangun, melihat dan mengetahui, belajar dan memahami, usaha dan hasil;Hubungan kpualitas, misalnya air ndengan segar, api dengan panas, serta kesungguhan dengan keberhasilan; Fakta dan gejala, misalnhya antara senyum dengan bahagia, tangisan dengan kesedihan, maupun menguap dan mengantuk;Asosiasi hubungan dalam pertentangan, mkisalnya antara malas dengan rajin, buruk dengan baik, maupun berubah dengan tetap;Asosiasi hubungan kehiponim,
2
misalnya antara tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dengan makhluk.
Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatakan melati digunakan sebagai perlambang ‘kesucian’; merah digunakan sebagai lambing keberanian(dan dalam dunia politik digunakan sebagai lambing komunis);dan srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.
b. Jenis- jenis makna asosiatif
1. Makna stiliska yaitu berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan social dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Karena itulah, dibedakan makna kata rumah,pondok, istana, keratin, kediaman, tempat tinggal dan residensi. Begitu juga dibedakan makna kata dosen, guru, pengajar dan instruktur.
2. Makna afektif yaitu berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap obyek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara tertulis. Perhatikan contoh berikut:
- “Tutup milit kalian!”bertanya kepada kami.
- “Coba, mohon diam sebentar!” katanya kepada anak-anak itu.
3. Makna kolotatif yaitu berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase (ko=sama,bersama;lokasi=tempat). Misalnya, kita dapat mengatakan gadis itu cantik, bunga itu indah, dan pemuda itu tampan. Tetapi kita tidak dapat mengatakan gadis itu tampan; bunga itu molek; pemuda itu cantik. Kita lihat walaupun cantik, indah, tampan, dan molek mempunyai makna yanmg sama, tetapi masing-masing terikat dengan kata-kata tertentu dalam suatu frase.
3
c. Dalam kajian semiotic, terdapatnya asosiasi dengan makna kata demikian itu tercakup dalam istilah indices, sebagai fungsi symptomatic sign (Labov & Wainrich, 1980:8). Secara lebih luas karakteristik makna dalam sign atau lambang dalam kajian semiotic dibedakan antara icon, syimbol, indice, sign tipe, sign token, maupun cangkok buar. Asosiasi hubungan makna dalam lambang yang satu dengan makna dalam lambang yang lain itu diistilahkan indice atau indeks.
d. Pengukuran makna asosiatif dan metode penelitiannya
Makna asosiatif mengandung banyak factor yang amat rumit sehingga baru bias dipelajari secara sistematis jika memakai teknik statistic yang memadahi. Oleh sebab itu, Osgood, Suci, dan Tanenbaum mengemukakan “metode analisis parsial” terhadap
makna asosiatif dalam hokum mereka yang berjudul “Measuremen of meaning” pada tahun 1957. Osgood dan rekan-rekannya menggunakan suatu tekhnik yang disebut “semantic differential” untuk menemukan makna menurut suatu wawasan semantic multi dimensional, dengan memakai penilaian penutur sebagai data, dan itu dicatajt dalam bentuk sekala tujuh butir. Sekala itu diberi label dengan mengontraskan beberapa pasangan kata-kata sifat, seperti sedih-senang, keras-lembut, cepat-lambat, dan sebagainya.
Secara statistik, para peneliti menemukan bahwa ada beberapa makna penting tertentu yang terletak pada ketiga dimensi utama, yaitu pada aspek evaluasi (baik-buruk) dan aktifitas (aktif-pasif). Cantoh yang amat singkat dan bersahaja ini sudah jelas kiranya bahwa metode yang diusulkan ini hanya bias memberikan penilaian makna asosiatif secara parsial (sebagian) dan secara kira-kira saja; dan kita katakana sebagian sebab metode ini hanya memberikan seleksi yang terbatas dari sekian banyak sekala kemungkinan yang tidak terbatas, sebab itu merupakan sampling setatistik dank arena sekala tujuh butir merupakan sekala yang terlalu pendek, tanpa adanya deferensiasi.
4
Hal yang penting dipahami disini adlah hingga kini makna asosiatif baru bias dipelajari secara sistematis dengan metode yang kurang sensitive ini, makna asosiatif belum bias dianalisis dengan analisis yang pasti, yang menggunakan pilihan ya atau tidak, serta struktur-struktur elmen yang bias dibagi secara urut. Karena makna asosiatif adalah makna yang kurang stabil, dan bervariasi menurut pengalaman individu.
psikolinguistik
Beberapa Macam Tata Bahasa
1. Tata Bahasa Generatif Transformasio
Teori generatif transformasio (teori Chomsky)menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang kita dengar “di bangkitkan “dari struktur luar dengan rumus-rumus fisiologi. Sedangkan struktur luar ini di bangkitkan dari struktur dalam (struktur dasar) dengan rumus-rumus transformasi.
Dalam teori transformasio tata bahasa merupakan satu system yang nenghubungkan bunyi dengan makna.dalam hal ini struktur dasasr memberikan masukan terhadap kepada komponen semantic, dan struktur semantic memberikan masukan pada komponen fonologi. Kemampuan linguistic terdiri dari kemampuan melahirkan dan menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistic transformasi generative di sebut perlakuan atau pelaksanaan bahasa atau performansi.
Chomsky melihat bahasa bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa.
2. Tata Bahasa Kasus
Fillmore, salah satu teori tata bahasa yang di dasarkan pada komponen semantik di kenal dengan nama tata bahasa kkasus (case grammar). Teori ini telah di gunakan untuk menganalisis data-data pperkembangan bahasa. Transformasi- transformasi tata bahasa tidak di atur oleh rumus-rumus sintaksis melainkan oleh hubungan semantic yang di tanda oleh kategori-kategori kasus itu. Jadi, merupakan satu keharusan untuk mengikutb sertakan semantik pada umumnya, dan hubungan-hubungan semantic khususnya dalam menganalisis pengetahuan tata bahasa.
Dalam tata bahasa, kasus dari sebuah kata benda atau kata ganti menunjukan fungsi gramatisnya di dalam sebuah frasaatau klausa. Fungsi gramatis ini sebagai contoh adalah subyek dari kalimat, obyek atau kepemilikan.
3. Tata Bahasa Semantik Generatif
Teori pendekatan semantic menemukan bahwa struktur ucapan itu di dasarkan atas dasar hubungan –hubungan semantic. Dalam psikolinguistik perkembangan pendekatan semantic inilah yang menjadi dasar kajian.
Perbedaan antara pendekatan semantic ini dengan teori hubungan tata bahasa nurani adalah bahwa kalau teori tata bahasa nurani menerapkan hubungan-hubungan sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan kanak-kanak, maka teori pendekatan semantic menemukan struktur ucapan itu berdasarkan hubungan-hubungan semantic. Jadi, teori hubungan tata bahasa nurani menerapkan struktur sintakksis orang dewasa, yaitu:
K FN + FV
Pada ucapan-ucapan kanak-kanak, sedangkan teori pendekatan teori pendekatan semantic menemukan struktur :
Agen + kerja + obyek,atau
Agen + kerja, atau
Obyek + kerja
Pada ucapan kanak-kanak, yaitu struktur yang menggambarkan hubungan-hubungan semantic.
4. Tata Bahasa Korelasi
Dalam tata bahasa korelasi sering terjadi pertentangan antara bahasa tulis dan bahasa lisan.Ketika beralih ke dalam bahasa tulisan, kebanyakan kita ternyata hanya sekadar memindahkan tuturan-tuturan kita ke dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, kita sekadar mentranskrip tuturan kita.
Sekadar contoh, kebanyakan kita akan mengucapkan kuatir daripada khawatir. Ketika kita menulis, kita cenderung menuliskan kuatir daripada khawatir. Contoh lain, kita juga suka kata merubah daripada mengubah, suatu salah kaprah yang berawal dari kekeliruan proses morfologi. Kita juga sering menulis kotbah daripada khotbah. Atau ijin untuk izin. Dan masih banyak daftar yang bisa ditambahkan.
Sebagai penulis, entah itu penulis surat, penulis kartu pos, penulis surat elektronik alias e-mail, maupun penulis blog, hal ini penting kita ketahui. Tentunya bukan sekadar menikmati alam kebebasan berekspresi saja. Bukan tidak mungkin bila suatu saat pemahaman akan hal ini akan membantu kita.
Hal pertama, tentu saja, sebagai bentuk pelatihan bahasa secara mandiri. Rajin melihat kamus, membandingkan bentuk baku dan bentuk nonbaku jelas akan meningkatkan kecermatan kita. Bentuk-bentuk bersaing dalam kamus biasanya diberi keterangan khusus dalam kamus. Bentuk nonbakunya biasa akan dirujuk ke bentuk baku.
Hal kedua, kita juga perlu sadar bahwa salah satu ciri bahasa tulis memang sifatnya yang terkesan lebih baku. Kalaupun tidak baku, setidaknya disampaikan dengan bahasa populer yang masih tidak amburadul.
1. Tata Bahasa Generatif Transformasio
Teori generatif transformasio (teori Chomsky)menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang kita dengar “di bangkitkan “dari struktur luar dengan rumus-rumus fisiologi. Sedangkan struktur luar ini di bangkitkan dari struktur dalam (struktur dasar) dengan rumus-rumus transformasi.
Dalam teori transformasio tata bahasa merupakan satu system yang nenghubungkan bunyi dengan makna.dalam hal ini struktur dasasr memberikan masukan terhadap kepada komponen semantic, dan struktur semantic memberikan masukan pada komponen fonologi. Kemampuan linguistic terdiri dari kemampuan melahirkan dan menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistic transformasi generative di sebut perlakuan atau pelaksanaan bahasa atau performansi.
Chomsky melihat bahasa bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa.
2. Tata Bahasa Kasus
Fillmore, salah satu teori tata bahasa yang di dasarkan pada komponen semantik di kenal dengan nama tata bahasa kkasus (case grammar). Teori ini telah di gunakan untuk menganalisis data-data pperkembangan bahasa. Transformasi- transformasi tata bahasa tidak di atur oleh rumus-rumus sintaksis melainkan oleh hubungan semantic yang di tanda oleh kategori-kategori kasus itu. Jadi, merupakan satu keharusan untuk mengikutb sertakan semantik pada umumnya, dan hubungan-hubungan semantic khususnya dalam menganalisis pengetahuan tata bahasa.
Dalam tata bahasa, kasus dari sebuah kata benda atau kata ganti menunjukan fungsi gramatisnya di dalam sebuah frasaatau klausa. Fungsi gramatis ini sebagai contoh adalah subyek dari kalimat, obyek atau kepemilikan.
3. Tata Bahasa Semantik Generatif
Teori pendekatan semantic menemukan bahwa struktur ucapan itu di dasarkan atas dasar hubungan –hubungan semantic. Dalam psikolinguistik perkembangan pendekatan semantic inilah yang menjadi dasar kajian.
Perbedaan antara pendekatan semantic ini dengan teori hubungan tata bahasa nurani adalah bahwa kalau teori tata bahasa nurani menerapkan hubungan-hubungan sintaksis dalam menganalisis struktur ucapan kanak-kanak, maka teori pendekatan semantic menemukan struktur ucapan itu berdasarkan hubungan-hubungan semantic. Jadi, teori hubungan tata bahasa nurani menerapkan struktur sintakksis orang dewasa, yaitu:
K FN + FV
Pada ucapan-ucapan kanak-kanak, sedangkan teori pendekatan teori pendekatan semantic menemukan struktur :
Agen + kerja + obyek,atau
Agen + kerja, atau
Obyek + kerja
Pada ucapan kanak-kanak, yaitu struktur yang menggambarkan hubungan-hubungan semantic.
4. Tata Bahasa Korelasi
Dalam tata bahasa korelasi sering terjadi pertentangan antara bahasa tulis dan bahasa lisan.Ketika beralih ke dalam bahasa tulisan, kebanyakan kita ternyata hanya sekadar memindahkan tuturan-tuturan kita ke dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, kita sekadar mentranskrip tuturan kita.
Sekadar contoh, kebanyakan kita akan mengucapkan kuatir daripada khawatir. Ketika kita menulis, kita cenderung menuliskan kuatir daripada khawatir. Contoh lain, kita juga suka kata merubah daripada mengubah, suatu salah kaprah yang berawal dari kekeliruan proses morfologi. Kita juga sering menulis kotbah daripada khotbah. Atau ijin untuk izin. Dan masih banyak daftar yang bisa ditambahkan.
Sebagai penulis, entah itu penulis surat, penulis kartu pos, penulis surat elektronik alias e-mail, maupun penulis blog, hal ini penting kita ketahui. Tentunya bukan sekadar menikmati alam kebebasan berekspresi saja. Bukan tidak mungkin bila suatu saat pemahaman akan hal ini akan membantu kita.
Hal pertama, tentu saja, sebagai bentuk pelatihan bahasa secara mandiri. Rajin melihat kamus, membandingkan bentuk baku dan bentuk nonbaku jelas akan meningkatkan kecermatan kita. Bentuk-bentuk bersaing dalam kamus biasanya diberi keterangan khusus dalam kamus. Bentuk nonbakunya biasa akan dirujuk ke bentuk baku.
Hal kedua, kita juga perlu sadar bahwa salah satu ciri bahasa tulis memang sifatnya yang terkesan lebih baku. Kalaupun tidak baku, setidaknya disampaikan dengan bahasa populer yang masih tidak amburadul.
SEMANTIK BAHASA
Jenis-jenis makna
1. Makna kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.
Contoh makna kognitif:
Kata pohon Jika kita bermakna pohon terbayang pada kita pohon yang selama ini kita kenal yaitu tunbuhan; tinggi; berdaun, berbatang, kadang – kadang bercabang, kadang-kadang tidak.
2. Makna Ideasional
Makna ideasional adalah makna yang muncul akibat penggunaan kata yang memiliki konsep. Dalam hubungan dengan makna ideasional kata, ada baiknya dibedakan konsep kata dan makna ideasional kata. Konsep kata merupakan makna inti, sedangkan makna ideasional merupakan konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku didalam sebuah kata.
Contoh makna ideasional:
Dalam BI terdapat kata demokrasi . konsep makna kata demokrasi adalah persamaan hak dan kewajiban seluruh rakyat. Makna ideasionalnya, yakni rakyat turut memerintah melalui wakil – wakil yang akan memimpin mereka. Rakyat berhak mengawasi jalannya pemerintahan, tetapi rakyat berkewajiban pula untuk bersama –sama menanggung biaya pembangunan yang mereka harapkan.
3. Makna Denotatif
Makna denotatife adalah makna atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud diluar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting .
Contoh makna denotatife:
Kata uang yang mengandung makna benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli.
4. Makna Proposional
Makna Proposional adalah makna yang muncul apabila seseorang membatasi pengertiannya tentang sesuatu. Makna proposional biasa dipadankan dengan makna deskriptif, atau makna referensial, atau makna kognitif, atau makna ideasional ( lihat lyons , 1, 1977:51).
Contoh makna proposional :
Kalau seseorang mengujarkan sudut siku-siku pasti 90 derajat.
5. Makna Emotif
Makna Emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai apa yang di pikirkan atau di rasakan (Shipley, 1962 :261).
Contoh makna emotif :
Kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar, atau dengan kata lain, kata kerbau mengandung makna emosi. Kata kerbau di hubungkan dengan prilaku yang malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan.
6. Makna referensial
Makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang di tunjuk oleh kata. Sebelum di lanjutkan uraian makna referensial mengisyaratkan kepada kita tentang makna yang langsung menunjuk pada sesuatu, apakah benda, gejala, kenyataan, peristiwa, proses, sikap.
Contohnya:
Kalau seseorang mengatakan marah maka yang di acu adalah gejala marah, misalnya muka yang cemberut, diam, dan kalau berbicara menggunakan bahasa yang bernada tinggi, yang kadang-kadang di ikuti dengan anggota badan.
7. Makna pictorial
Makna pictorial ialah makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang di dengar atau di baca.
Contoh:
Dalam BI terdapat kata kakus. Orang yang mendengar atau membaca kata kakus, akan terbayang hal-hal yang berhubungan dengan kakus, misalnya baunya, warna kotoran yang masuk kedalam kakus. Pendengar atau pembaca jijik, mual, dan kalau kita dengar ketika kita sedang makan, dan kemungkinan besar kita akan berhenti makan. Makna kata kakus dengan segala bayangannya ada di dalam otak kita.
8. Makna Gramatikal
Makna gramatikal/ makna fungsional/ makna fungsional / makna internal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfunsinya kata dalam kalimat. Misalkan dalam Bahasa Indonesia terdapat kata dua kalau kata dua di tempatkan dalam kalimat, misalnya : Dua? / Dua! Masih Dua. Baru Dua. Dua kali.
Kata, urutan kata dua memperlihatkan makna yang berbeda-beda. Makna inilah yang di sebut makna gramatikal.
9. Makna Leksikal
Makna leksikal/ makna semantik/ makna eksternal adalah makna kata ketika kata berdiri sendiri, entah
Dalam leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang bisa dibaca di dalam kamus bahasa tertentu.
Contoh: dalam bahasa Indonesia terdapat kata gawang di dalam KBBI kata gawang di artikan:
a. Dua tiang yang di hubungkan dengan kayu palang pada bagian ujung atas.
b. Dua tiang yang berpalang sebagai tempat sasaran memasukan bola dalam permainan sepak bola.
10. Makna Luas
Makna luas menunjukan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang di pertimbangkan. Kata akan jelas sekali maknanya setelah pendengar atau pembaca mengikuti rangkaian kalimat berikutnya.
Contoh:
Kalau seseorang mengatakan kuliah, apakah yang sebenarnya di maksud dengan kata ini? Kalau seseorang berkata, ” kuliah sebentar sore ini”.
11. Makna Sempit
Makna sempit merupakan makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran. Makna sempit biasa di sebut khusus.
Contoh: berikan gudang garam padanya, urutan kata gudang garam mengacu pada rokok yang berlabel gudang garam, rokok kretek yang bernama gudang garam. Orang yang meminta untuk memberikan rokok, pasti akkan mengambil rokok kretek yang bernama gudang garam. Pengertian rokok lebih sempit pada rokok yang berlabel gudang garam.
- Makna Afektif
Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa.
Contoh:
Seseorang berkata ”Datanglah ke pondok buruk kami” urutan kata pondok buruk mengandung makna afektif terlihat adanya rekasi yang berhubungan dengan perasaan pendengar. Kalau seseorang berkata ”monyet’’ maka mengandung makna yang berhubungan atau mengakibatkan perasaan tersinggung. Dengan kata lain kata monyet memiliki makna yang berkaitan dengan nilai rasa. Kata monyet berhubungan dengan penghinaan.
- Makna Ekstensi
Makna ekstensi adalah makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep (Harimurti, 1982:103). Makna ekstensi mencakup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata.
Contoh:
Kata ayah dapat di maknakan : orang tua anak-anak, laki-laki, telah beristri, tidak memakai BH, sebagai kepala rumah tangga, atau orang yang berusaha keras mencari nafkah untuk anak dan istrinya.
- Makna Gerefleker
Makna gerefleker adalah makna yang muncul karena sugesti emosional dan makna yang berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu. Hal-hal seperti ini, misalnya berhubungan dengan seksual, kepercayaan atau kebiasaan.
Contoh:
Kata-kata bersetubuh, ereksi, ejakulasi adalah kata-kata yang mengandung makna gerefleker. Dengan demikian, dalam tata pergaulan yang sopan tidak mungkin orang berkata ” mari kita bersetubuh,” meskipun kalimat ini wajar di lihat dari segi struktur. Jadi kata ini tidaklah pantas dikatakan pada situasi yang bukan pada tempatnya.
- Makna Intensi
Makna intensi merupakan makna yang menekankan maksud pembicara (Harimurti, 1982:103).
Contoh:
Ambillah kata roti yang akan muncul dalam kalimat
a. saya minta roti
b. saya mau menyimpan roti
c. saya akan membeli roti
d. saya akan membuat roti
e. saya akan mengiris roti
- Makna Kiasan
Makna kiasan adalah pemakaian kata-kata yang maknanya tidak sebenarnya.
Contoh :
Dalam BI terdapat kata bintang yang bermmakna benda langit yang berkelap-kelip jika dilihat pada waktu malam ( ya… bintang tidak pernah kelihatan siang). Namun, kalau seseorang berkata ” Dia bintang lapangan”. Urutan kata bintang lapangan bermakna kiasan, orang yang terampil bermain sepak bola.
- Makna Kolokasi
Makna kolokasi biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan, yang sama. Kalau seseorang berkata garam, gula, ikan, sayur, terong, tomat, kata-kata ini berhubungan dengan lingkungan dapur. Kalau seseorang berkata gergaji, gurdi, ketam, pahat, parang, tukul. Maka kata-kata ini berhubungan dengan lingkungan tukang kayu dll.
- Makna konotatif
Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang di dengar atau kata yang dibaca.
Misalnya kata amplop. Kta amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor. Atau instansi. Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi pada kalimat ” Berilah amplop agar urusanmu segera selesai”. Maka kata amplop sudah bermakna kkonotatif yakni berilah ia uang. Kata amplop dan uang masih ada hubungan, karena uang dapat saja diisi di dalam amplop. Dengan kata lain kata amplop mengacu kepada uang dan lebih khusus lagi lagi uang pelancar, uang pelicin, uang semir, uang sogok.
- Makna konstruksi
Makna konstruksi merupakan makna yang terdapat di dalam suatu konstruksi kebahasaan.
Misalnya makna milik atau yang menyatakan kepunyaan di dalam BI dinyatakan dengan jalan membuat urutan kata atau menggunakan akhiran punya. Orang dapat mengatakan mobil si Yopi, rumah ibu, tasmu, songkoknya. Makna dimaksud terdapat di dalam konstruksi.
- Makna Kontekstual
Makna kontekstual atau makna situasional muncul sebagai akibat hubunngan antara ujaran dan konteks. Misalnya konteks situasi memaksa pembicara mencari kata yang maknanya berkaitan dengan situasi. Misalnya situasi kedukaan akan memaksa orang untuk mencari kata yang maknanya berkaitan dengan situasi itu. Orang akan menggunakan kata yang maknanya ikut bersedih, kasihan, sayang. Orang tidak akan mungkin mengatakan ” yang meninggal ini berhutang pada saya”.
- Makna Lokusi
Makna lokusi adalah makna yang terdapat di dalam ujaran di tambah dengan faktor-faktor yang turut melahirkan ujaran tersebut misalnya faktor konteks. Dalam teori ujaran terdapat 3 macam tindak ujaran, yakni: tindak lokusi yang mengitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran tindak ilokusi yaitu pengujaran suatu pernyataan, janji, pertanyaan, tawaran, dan ilokusi yaitu hasil atau efek yang di timbulkan oleh ujaran itu pada pihak pendengar sesuai dengan koonteks.
Contoh :
Dakam BI terdapat urutan kata atau kalimat ”Rumahmu bagus” atau ”Rumahmu bersih”. Kawan bicara mendengar ujaran itu (lokusi), ia berusaha memahami kandungannya (ilokusi) akibatnya (perlokusi) yakni kawan bicara akan gembira sebab mendapat pujian tetapi kalau ternyata rumah itu kotor maka si kawan bicara akan merah mukanya sebab kalimat itu merupakan penghinaan baginya.
- Makna pusat
Makna pusat atau makna inti adalah makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat. Untum menentukan makna pusat harus ditentukan lebih dahulu, dari sudut manakah kita melihat kata-kata itu.
Misalnya kata melihat yang masuk ketegori verbal. Makna kata melihat dpat dirinci dari (i) kegiatan, (2), objek dan (3) hasilnya. Dilihat dari segi kegiatan makna pusat kata melihat yakni melaksanakan kegiatan ....; dilihat dari segi objek maka makna pusat kata melihat yakni....yang ditujukan kepada...;dan jika dilihat dari segi hasilnya, maka makna pusat kata melihat yakni...untuk mengetahui....
- Makan stiliska
Merupakan makna yang muncul akibat pemakaian bahasa. Kita dapat menjelaskan makna stiliska melalui berbagai dimensi dan tingkatan pemakaian bahasa.
Contoh:
Misalkan dalam suatu penggalan cerpen terdapat efek yangb berhubungan dengan emosi, sedih gembira, terkesima, tersedih.
- Makna Tekstual
Merupakan makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tersebut tidak di peroleh hanya melalui makna setiap kata, atau makna setiap kalimat, tetapi makna teksttual dapat di temukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks.
Contoh:
Dalam harian suara merdeka 12 juni 2005, halaman tertentu menurunkan berita yang yang di dalamnya terdapat kata menjurus. Untuk mengetahui arti kata itu sebenarnya kita perlu membaca teksnya secara keseluruhan baru kita dapat menyimpulkan.
- Makna tematis
Makna tematis akan dipahami setelah di komunikasikan oleh pembicara atau penulis baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan maupun penekanan pembicaraan pembicaraan. Misal ketika makna waktu yang ingin di tonjolkan contohnya sebagai berikut: ”Kemarin, Ali anak dokter Bagus meninggal”.
Langganan:
Postingan (Atom)